Semua pendidikan di sekolah membantu anak-anak untuk belajar tentang dunia, lingkungan mereka dan tentang tugas-tugas mereka di dunia. Pendidikan sekolah kristen merupakan perpanjangan tangan tanggung jawab penginjilan kristen dari keluarga dan gereja.
· Pendidikan merupakan mandat alkitab, yang merupakan tanggung jawab dari
Keluarga, pendidikan harus dimulai dari keluarga (Kejadian 18:19; Ulangan 6:7 ; Amasl 22:6)
Kejadian 18:19
“Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikan-Nya kepadanya."
Ulangan 6:7
“haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”
Amsal 22:6
Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.
· Orangtua bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya dan memberikan tugas penuh mendidik mereka. (Efesus 6:4; 2 Tim 1:5; 2 Tim 3:15)
Efesus 6:4
Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.
2 Tim 1:5
Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.
2 Tim 3:15
Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.
· Gereja bertanggung jawab pada pengajaran dan penginjilan, (Matius 28:19-20, Kisah 2:42, 2 Tim 2:2) merepresentasikan gereja sebagai perkumpulan orang percaya (body an organism)[1] yang tumbuh dan matang dalam fungsi pengajaran bagi institusinya. Karunia mengajar dalam perjanjian baru (Roma 12:4-7, 1 Korintus 12: 28) menunjukkan kebutuhan pengajaran bagi gereja di daerahnya.
Matius 28:19-20
Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Kisah 2:42
Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.
2 Timotius 2:2
Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain.
· Sekolah Kristen, merupakan perpanjangan dari pendidikan keluarga dan gereja dalam penginjilan. Oleh karena itu pengembangan kurikulum pendidikan di sekolah harus menunjukkan gambaran dari Tuhan.
Karena pendidikan Kristen merupakan mandat Tuhan maka segala fondasi dari cara pandang Kristen (Christian Worldview) harus dimulai dari Alkitab. Agar fondasi dari pendidikan Kristen terpelihara, menurut Richard J. Edlin[2], terdapat enam nilai inti (core values) yang memberikan arti pada pendidikan Kristen. Nilai- nilai inti haruslah menjadi panduan sepanjang kegiatan pendidikan, mengarahkan serta menjadi fokus bagi mereka yang terlibat dalam pendidikan sekolah kristen.
Nilai-nilai inti Pendidikan Kristen
Nilai inti
Landasan Alkitabiah
1. Sentralitas Alkitab
Amsal 3:1, Mazmur 119, Yohanes 17:6-19, Kolose 3:16
2. Cara pandang kristen
Kis 17:16-34; Kolose 2:8; Yosua 1:8-9; Ibrani 1:1-2
3. Pentingnya orang tua
Ulangan 6:4-9, Mazmur 78:1-7, Efesus 6:1-4
4. Pentingnya guru
Lukas 6:39-40
5. Pengasuhan di sekolah kristen
Mazmur 8, Efesus 2:10, Efesus 4:20-24, Filipi 1:3-11
6. Pemuridan dan sekolah kristen
Lukas 14:25-33, Yeremia 29:7, Efesus 3:13-19
Nilai Nilai inti Pendidikan Kristen
· Nilai inti 1 – Sentralitas Alkitab
Alkitab, Firman Allah yang tertulis adalah merupakan keunggulan hidup orang Kristen, diwahyukan Tuhan, Firman ini merupakan otoritas terhadap seluruh segi kehidpan, termasuk kehidupan pendidikan di sekolah Kristen.
Seberapa teguhkan sebuah landasan, wahai kalian para pelayan Tuhan, itu tergantung pada imanmu dalam FirmanNya
Kalimat ini ditulis untuk pertamakalinya oleh John Rippon tahun 1787 dan kemudian dinyanyikan pada upaacara pemakaman dua presiden Amerika Serikat, Theodore Rooseveld dan Woodrow Wilson, kata-kata abadi ini kembali mengingatkan kita pada keberadaan hidup (awal dan akhir) bagi setiap orang kristen yang berpusat pada Firman Allah.
Proses pengembangan kurikulum di sekolah-sekolah kristen harus dimulai dari Firman Tuhan sebagai pusatnya (Edlin 1999). Perwujudan perspektif Alkitabiah dalam pengetahuan akan melibatkan lebih dari sekedar sebuah pengertian terhadap gagasan-gagasan tersebut. Pengetahuan yang benar, menurut pemahaman alkitabiah, tidak akan tercapai jika belum tercermin dalam hidup guru dan murid
Bekerja sesuai dengan firman Tuhan akan mendasarkan pendidikan kristen pada statu pemahaman yang benar akan kebenaran. Kebenaran bukanlah hal yang berdiri sendiri yang ditemukan lewat ilmu pengetahuan seperti yang ditemukan oleh para saintis, kebenaran bukanlah kontruksi relativistik social, hasil dari dominasi teori pendidikan kontemporer yang dibuat para peneliti social. Menurut alkitab kebneran adalah proporcional dan inkarnasional artinya kebenaran adalah suatu pernyataan ciptaan Tuhan dan tidak pernah berubah sepanjang masa serta menembus batas-batas lintas budaya. Namur kebenaran ini adalah kebenaran relasional yang bisa ditemukan sepenuhnya pada pribadi dan pekerjaan Yesus Kristus, Firman yang Hidup. Yesus tidak hanya untuk memberitakan kebenaran tetapi Yesus sendiri adalah kebenaran (Yoh 14:6). Deklarasi inilah yang menjadi titik awal langkah pembuatan kurikulum di sebuah sekolah kristen, serta mengarahkan siswa ke arah pengetahuan yang lebih mendalam mengenai hal tersebut.
· Nilai inti 2 – Cara pandang kristen
Definisi pendidikan merupakan pengajaran paradigma dan kerangka berpikir (teaching worldview). Pendidikan yang kita dapatkan di sekolah lebh banyak mengacu pada paradigma yang berkembang dan selalu mengacu pada banyak kepentingan, filosofis dan kerangka perpikir yang lain. Pendidikan tidak pernah netral. Alkitab mengingatkan dalam Kolose 2:8-10 Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus. Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan, dan kamu telah dipenuhi di dalam Dia. Dialah kepala semua pemerintah dan penguasa.
Pendidikan Kristen harus menjamin bahwa tiap siswa mempelajari dunia dan lingkungan mereka, serta tugas-tugas mereka di dalam dunia berdasarkan perspektif pandangan alkitab tentang dunia, dengan paradigma dan kerangka berpikir alkitab.
Kehidupan, termasuk pendidikan di dalamnya berdasarkan pada kepercayaan-kepercayaan tentang dunia. tidak ada netralitas. Untuk mengetahui bahwa hidup adalah hal religius maka kita harus mengkritisi modernisme dan saintisme. Isme-isme ini mengasumsikan bahwa “gagasan yang teruji lewat sains” adalah fakta yang tidak perlu di bantah lagi. Oleh karenanya kita boleh mendasarkan keyakinan kita pada apa yang dipandang sebagi kebenaran yang netral ini, namun sebenarnya tidak pernah ada apa yang disebut dengan kebenaran netral. Seluruh gagasan didasarkan pada komitmen-komitmen kepercayaan. Seperti yang diajarkan oleh Francis Schaeffer, tidak ada yang tidak dari Allah. Segala hal, termasuk hukum-hukum dalam sains tergantung pada Tuhan yang mencipta dan mendukung, dan kita tidak dapat mengerti apapun sepenuhnya tanpa mempunyai komitmen iman kepadaNya.
Komitmen iman dalam kurikulum di sekolah Kristen harus ada dala setiap pembelajaran, kalau kita mengenal ciri khusus, Christian world view merupakan cara berpikir, cara bertindak yang mempengaruhi dirinya sendiri dan memandang dunia, Christian world view dalam analogi yang sempit seperti DNA sebuah pohon yang tumbuh, akarnya merupakan filosofi pendidikan Kristen, sedangkan batangnya merupakan pelaksanaan pendidikan dalam pembelajaran sehari-hari.
Mitos kenetralan religius dalam pendidikan tidak memiliki dasar alkitabiah, yang ada justru dualistis bahwa pengaruh kekristenan hanya terjadi di hari Minggu, atau ibadah pribadi serta keluarga dan bukan pada keseharian kehidupan. Implementasi keseharian religius dalam pendekatan terhadap kehidupan di dunia dan pelayanan pendidikan perlu dikembangkan dan didasarkan pada pandangan Alkitabiah tentang dunia. Pola dan cara kita melakukan penyelenggaraan sekolah dan pendidikan harus berasal dari keyaninan kristiani mengenai dunia yang bisa dibedakan dari keyakinan lain.
Pandangan tentang dunia yang tumbuh dari adanya pemahaman akan firman Tuhan tidak dapat dipisahkan. Cara kita memandang, menilai, mengkritisi kehidupan dunia harus selalu dilihat dari sudut pandang kristiani. Kontruksi pendidikan Kristen yang kokoh dapat terbentuk dari konstruksi cara pandang dunia pendidikan kita yang mengacu pada perwujudan dasar alkitabiah.
· Nilai inti 3 – Pentingnya orang tua
Tuhan telah memberikan tanggung jawab utama pada orang tua untuk mengasuh anak-anak mereka. Sekolah kristen merupakan partner orang tua dalam menolong mereka melaksanakan tanggung jawab ini.
Para orang tua diwajibkan untuk menjamin bahwa anak-anak belajar tentang dunia dan lingkungan mereka, serta tugas-tugas mereka dengan cara yang memuliakan Tuhan di atas segala ciptaan. Tanggung jawab pengasuhan dilakukan orang tua merupakan anugerah, pengasuhan yang dilakukan meliputi semua aspek kehidupan baik fisik, emosional, intelectual, sosial dan spiritual , dengan menjalankan mandat yang mamastikan bahwa kebijakan dan prosedurnya sesua denga pola alkitabiah.
Sekolah dan rumah saling mendukung dengan seimbang bekerja sama dalam membangun anak berdasarkan persepsi alkitabiah. Orang tua membutuhkan partner dalam mendidik anak, partner yang pola pengasuhannya berdasarkan pola alkitabiah dalam penyelenggaraan sekolah.
· Nilai inti 4 – Pentingnya guru
Sekolah-sekolah Kristen akan gagal apabila tidak memiliki guru-guru yang betul-betul mengerti, mengajar dan hidup berdasarkan perspektif pandangan dunia yang alkitabiah yang bersungguh-sungguh. Sekolah perlu mendukung pengembangan professional yang benar-benar alkitabiah.
Guru bukanlah sekedar perpanjangan tangan orang tua, karena jabatan guru berkaitan dengan mandat alkitabiah (Efesus 4). Menjadi guru karena bakat dan panggilan, oleh karenanya sekolah harus distrukturisasi dalam pola yang memungkinkan guru mengembangkan talenta para guru dengan cara memuliakan mandat Tuhan. Harro Van Brummelen, menggunakan metafora mengenai seorang guru yang adalah artis, fasilitator, pencerita, pelayan, pendeta dan pemandu. Metáfora ini dipakai untuk melukiskan gambaran tugas berganda seorang guru kristen.
Oleh karenanya seorang guru terpanggil sebagai pilihan hidup yang suci dan bertanggung jawab yang memimpin siswa, membantu siswa dan mengembangkan worldview kristiani dalam diri anak. Kata kuncinya Pendidik Kristen haruslah membangun worldview kristiani dalam dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum worldview ini “ditularkan” pada siswa.
Guru Meurut sebagai Ellen Lowrie Black, seorang guru harus dapat menjadi teladan dalam hal Spiritual leader, Biblical role model, Reflection of Christ, Academic leader, dan Mentor
- Spiritual leader, para pengajar adalah pemimpin iman yang setiap harinya mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan para muridnya. Para pendidik sangat berperan memberikan pengaruh pada muridnya, dalam memberikan fondasi iman mereka, pendidik kristen harus menyadari dimensi iman dari pekerjaan mereka. Pekerjaan itu sebenarnya adalah sebuah pelayanan dengan implikasi yang kekal. Allah telah menciptakan dan memperlengkapi murid dengan cara yang unik. Para Pengajar yang sunguh-sungguh merangkul fakta ini bekerja dengan penyertaan Tuhan untuk memberikan pengalaman dan desempatan untuk bertumbuh.
- Biblical role model (Titus 2:7) Guru adalah model peran alkitab karena panggilan menjadi pengajar Kristen, bukan hasil dari pilihan dan perenungan. Timotius diingatkan Paulus agar ia melanjutkan hal-hal yang telah diajarkan pendahulunya, karena ia tahu pengajarnya (2 Timotius 3:14) adalah ibunya dan neneknya sendiri, dan ia didesak untuk mengikuti teladan dari para mentor imannya. Keteladanan dalam pemikiran jika diungkapkan dalam Filipi 4:8-9 ditanamkan tidak hanya dalam sikap dan tingkah laku tetapi pemikiran yang terkait dengan buah-buah roh.
- Reflection of Christ, Pengajar sekolah kristen harus terus berkembang secara terus-menerus dalam pemahamannya tentang muridnya dan hal-hal yang mempengaruhi kehidupan mereka, pertumbuhan seperti ini membutuhkan doa dan pemahaman. Para pengajar yang berkarakter gembala yang baik mengenal domba-dombanya, Model kristus harus tercermin dalam memberikan pengertian dan pemahaman orang-orang yang mengikutiNYa dan ia menyesuaikan strategi-strategi pengajaranNY dengan pemahaman dan kebutuhan dari mereka yang ia cari untuk diajari.
- Academic Leader, Komitmen akademik tidak dibuat berdasarkan aspek spritual, namun pelayanan iman dari para pendidik kristen menuntut mereka untuk teguh dalam komitmen akademis mereka, komitmen untuk terus relajar (life long learning), komitmen untuk terus menggali firman Tuhan. Pembelajaran dan pertumbuhan kognitif yang giat dilakukan oleh sekolah kristen adalah cerminan iman. Tujuan dari pencarian ilmu bukanlah pencapaian personal, bukan semata pencapaian kualitas sekolah, lebih daripada itu, fokusnya adalah menyebar luaskan kerajaan Allah.
- Mentor, pendidik kristen memiliki kesempatan untuk membimbing dan mendisiplinkan para muridnya dan kemudian memampukan mereka untuk bertumbuh lebih dalam lagi daripada yang mungkin dilakukan di dalam ruang kelas. Salah satu bagian dari misi Tuhan Yesus adalah membimbing para rasul dan mempersiapkan mereka untuk melakukan pelayanan setelah Tuhan Yesus naik ke Surga. Untuk tujuan ini, Tuhan Yesus menghabiskan waktuNya hidup diantara para muridNya dan mengajarkan mereka sepanjang waktu, setiap saat. Membimbing adalah proses menggembalakan, menggembalakan Hati Seorang Anak. Menurut Ted Tripp, menggembalakan adalah proses interaksi yang lebih kaya daripada memberi tahu anak, apa yang harus dilakukan dan dipikirkan . Hal ini melibatkan investasi hidup anda pada anak, dalam komunikasi yang terbuka dan Jujur dalam membuka makna dan tujuan hidup. Hal ini bukanlah masalah arah semata, tetapi arah yang didalamnya ada pengungkapan diri dan berbagi. Vitalitas nilai dan spiritual tidak semata-mata diajari, namun diteladani untuk menjadi teladan.
Lebih lanjut menurut Wilbert J. Mc Keachie[3], seorang guru menurut memegang sedikitnya enam peran,setiap perannya berkaitan dengan tujuannya masing-masing
1. Keahlian (neophyte, expert), seorang guru mentransmisikan informasi, konsep dan perspektif dalam bidang studi yang diajarkan, guru adalah seorang academic leader yang memahami keahlian dan terus menerus belajar dalam bidangnya.
2. Formal authority, guru sebagai penentu tujuan dan prosdedur untuk mencapai tujuannya dan membimbing siswa dalam pembentukannya
3. Socializing agent, seorang guru sebagai agen sosialisasi yang mampu menetapkan dan mengarahkan tujuan dan prosedur, dalam hubungannya dengan orang tua, gereja, masyarakat dan pemerintah.
4. Facilitator, guru membangun kreatifitas dan pertumbuhannya dalam meembantu mengatasi kesulitan dan hambatan relajar murid. Guru harus sensitif terhadap metode yang digunakan bagi kebutuhan murid dalam pemahaman makhluk ciptaan Tuhan.
5. Ego ideal in process, guru dapat menyajikan kebutuhan pembelajaran dalam metode yang menarik dan bernilai, agar dapat mengatasi hambatan murid.
6. Person, guru harus dapat menyampaikan kebutuhan murid dan menanamkan keahlian yang berkaitan dengan aktivitas pendidikan sesuai dengan kebutuhan ciptaan Tuhan yang unik, karena kekuatan dan kelemahan umat manusia hingga jatuh ke dalam dosa.
Standar iman yang harus dimiliki oleh guru Kristen menurut Robert W. Pazmino.[4]
· Beriman pada Kristus (1 Korintus 12:27-28)
· Terpanggil dalam pelayanan dan penginjilan ( Roma 12:7; 1 Kor 12:28, Efesus 4:11-12)
· Beriman pada doktrin yang benar ( 1 Tim 1 : 3-7; 2 Tim 2:2)
· Pelayan, berotoritas dan dewasa sebagai murid Kristus ( 1 Tim 3:1-7, Yakobus 3:1)
· Bertanggung Jawab pada Tuhan untuk Kehidupan dan pengajaran ( Mat 23:10, 1 Tim 4:12-16, Yakobus 3:1)
· Nilai inti 5 – Pengasuhan di sekolah kristen
Anak-anak adalah pembawa gambaran Allah yang dianugerahkan, akan tetapi mereka dibayangi oleh kejatuhan dalam dosa, dan memerlukan penebusan dalam Kristus. Sekolah menolong mereka untu menermukan damasi sejahtera dan maksud Allah terhadap anak-anak maupun dunia mereka, sebagai pelayan yang bertanggungjawab kepada Tuhan.
Mengasihi anak bukan terletak pada paras atau kecerdasan mereka, tetapi kenyataan bahwa mereka diciptakan serupa dan segambar dengan Alla. Sebagai pembawa gambar Allah, semua anak adalah unik, berbakat dan bertalenta. Tugas sekolah menolong mereka dan keluarga mereka mengenali, mengembangkan Bakau dan talenta-talenta tersebut. Konsep multiple intelligence memberikan perspektif dan wawasan tentang kecerdasan dan berpengaruh pada gaya pembelajaran. Para pendidik kristen harus mampu berespon tepat terhadap keunikan yang dimiliki masing-masing anak.
Pengasuhan dalam sekolah Kristen disesuaikan dengan pedagogi yang sesuai dengan kebutuhan anak, konsep pengajaran kolaboratif serta tatanan ruang kelas yang cocok dalam rangka penguatan komunitas, konsep pembelajaran penjelajahan agar guru dan murid dapat belajar bersama-sama mengenai dunia, tentang keberadaan merea dan tugas-tugas mereka di dalamnya. Tentang penerapan disiplin dalam pengasuhan dalam rangka memodifikasi preilaku dan mempengaruhi hati yang berfokus pada kebenaran, pengakuan dan restorasi. Pandangan alkitabiah terhadap anak dan bakatnya haruslah mempengaruhi pendekatan sekolah Kristen mengenai proses, evaluasi dan penghargaan, yang sesuai dengan iman dan pengenalan akan Tuhan
· Nilai inti 6 – Pemuridan dan sekolah kristen
Pendidikan kristen tidak hanya mengembangkan pertumbuhan pribadi. Pendidikan kristen memperlengkapi anak-anak muda dengan kemampuan menyebarkan pesan dinamis Allah kepada generasi yang tersesat dan putus asa, tentang pengharapan dan damai sejahtera dalam Kristus, di dalam setiap kesempatan dan aktifitas yang dilakukan.
Sekolah kristen harus melengkapi generasi muda kristen dalam berbagai kesempatan untuk membawa misi Tuhan akan kasih, keselamatan, harapan dan damai dalam budaya tersebut. Tugas ini ada pada setiap individu orang kristen, di berbagai bidang. Untuk menilai berhasilnya sekolah kristen, maka lulusan mereka haruslah menjadi bukti nyata bagi dunia, menantang kesesatan, dan menawarkan suatu pandangan yang alkitabidah yang dapat memajukan kepentingan di lingkungannya. Sekolah kristen harus menjadi terang dan garam dunia pengharapan dalam arus posmoderen yang deras.
Sekolah kristen harus mengambil kesempatan untuk berdiri teguh dan meraih dengan damai sejahtera Allah dalam berbagai bidang dari dunia saat ini.
Referensi
Baker, The Successful Christian School , 3rd edititon, A beka Book, Pensacola, 2004
Jimmy Ronald, The Christian Philosophy of Education, dalam majalah Logos, Living on God’s Scripture
Richard J. Edlin, Core belief and values of Christian Philosophy of education, National Institution of Christian Education, 1999.
Robert W. Pazmino, Foundational issues in Christian education, 2nd edition, Baker Bool Michigan 1997.
White Ray, Layman Jack, Braley James; Foundations of Christian School Education, Purposeful design, Colorado, 2003
Wilbert J. McKeachie, Teaching Tips: A Guidebook for the beginning college teacher, 7 ed, Lexington, Masss. DC Heath, 1978
[1] Jimmy Ronald, The Christian Philosophy of Education, dalam majalah Logos, Living on God’s Scripture
[2] Richard J. Edlin, Core belief and values of Christian Philosophy of education,
[3] Wilbert J. McKeachie, Teaching Tips: A Guidebook for the beginning college teacher, 7 ed (Lexington, Masss.: DC Heath, 1978), p. 81-82
[4] Pazmino Robert W, Foundational issues in Christian Education, second edition , Baker Book House, Michigan, 1997, p 109.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar